Sabtu, 07 Maret 2009

KIAT MENGHADAPI KRISIS

Apakah kehidupan termasuk ekonomi, tidaklah datar atau selalu meningkat. Tetapi hidup ini bergelombang, kadang kala menanjak dan menukik turun, tidak akan panas sepanjang siang, kadangkala hujan di tengah hari. Itulah yang disebut dinamika hidup. Masa yang akan dating adalah misteri, itu kekuasaan Tuhan, yang kita punya adalah pengharapan, cita-cita, doa, kerja keras dan prakiraan. Kalau bisa memahami dinamika hidup, semua keadaan, masalah bahkan krisis diletakan secara proporsional, dan tidak akan menimbulkan dipresi, putus asa, hilang harapan dan diakhiri dengan mengakhiri hidup. Kalau diletakan secara proporsional, hanya dinamika hidup, tidak akan mengalami stress yang berlebihan, dan akan menimbulkan pemikiran kreatif dan inovasi baru. Sehingga masalah, kesulitan bahkan krisis dapat diambil hikmanya, dan kita bangkit.

Tetua Minang mengingatkan, sesudah jalan mendaki ada penurunan, diujung penurunan ada pendakian, saat mendaki ingat penurunan, artinya menyiapkan diri (fisik, mental, pikiran dan keuangan), ingek tabiang nan ka rutuah, ingek dahan nan kamanimpo, ingek rating nan ka mamcuuak. Artinya hidup harus selalu menghadapi masa yang akan dating.

Diujuang penurunan ada pendakian, diujung krisis ada harapan, peluang dan suasana baru, kita siapkan pula pemikian dan semangat menghadapinya. Yang penting modal jangan sampai habis, yakni semangat, kejujuran, relasi, pikiran positif itu tetap ada, modal yang lain bisa tipis digerogoti oleh krisis.

Pepatah minang mengatakan, ado indak dimakan, alah indak ado baru dimakan. Artinya, sesuatu yang berlebih disaat kondisi baik, ditabung, di asuransikan, kalau dalam kedaan krisis, maka hal ini dimanfaatkan, jadi hantaman krisis dapat diredam, tidak menyentuh kondisi minimal. Jadi ada budaya menabung. Tidak semuanya dikonsumsi berapa dapat.

Krisis ekonomi dewasa ini akibat dari hilangnya budaya menabung, berkembangnya budaya krediti konsumsi sejalan maraknya kartu krediti. Artinya budaya mengkonsumsi pendapatan yang akan dating. Kejadian yang luar biasa ini terjadi dinegara maju, begitu masalah ekonomi menyentuh, yang terjadi morat marit, kredit macet, ekonominya menjadi krisis, dan melebar efek domino sampai keberbagai Negara, termasuk Indonesia.

Bayang-bayang satinggi badan, hidup harus porposonal, bukan gadang pasak dari tiang, gadang singguluan dari baban, artinya gaya hidup disesuaikan kemampuan, dan sebagian ditabung/investasi.
Hidup sederhan sangat dibutuhkan, karena dengan hidup sederhana tahan dengan segala kondisi, hidup boros, bermewah-mewah, glamor, dan berlebihan akan sangat susah menyesuaikan diri, karena menurunkan gaya hidup itu akan menekan bathin sendiri, dan bisa menimbulkan dipresi, kalau sudah demikian susah untuk bangkit. Oleh sebab itu dari pada bermewah mewah yang menghabiskan sumber daya, lebih baik menabung di Bank atau investasi yang menciptakan lapangan kerja baru bagi orang lain. Jadi agar tahan menghadapi krisis, jalani hidup sederhana, kebahagian terletah pada Qalbu kita masing-masing, bukan dikemewahan.

Krisis telah dating, yakini diri, krisis akan berlalu, di ujung malam ada fajar menyinsing, kecerahan dan harapan baru. Maka sipakan diri. Jangan sekali-kali merasa, berpikir, atau mengucapkan kata-kata mati kita, atau mati aku, tetapi apa akal, apa upaya, apa yang bisa kita lakukan. Lakukan apa yang bisa kita lakukan, jangan pernah mengeluh. Mengeluh artinya merusak diri, keluarga dan lingkungan.

Labiah hati kurang hati, dek hati mati, dek mato buto, artinya yang menjadi penetu itu adalah hati / heard / qalbu / semangat, ini yang perlu dipelihara saat krisis. Maka akal dan tubuh akan digerakan oleh hati tersebut untuk mengatasi krisis itu, dengan izin Allah krisis akan cepat berlalu. (Dasril Daniel, Jambi, 08/03/09)